Nasihat Luqman Al-Hakim
”Wahai anakku, barang siapa berteman
dengan seorang yang buruk perilakunya,
niscaya ia akan terpengaruh.
Temanilah orang-orang yang mulia dan jauhilah
orang-orang yang rendah budi,
karena jika engkau berteman dengan orang yang
mempunyai jiwa dan derajat yang mulia,
maka ia akan menguntungkan dirimu,
dan jika engkau berteman dengan orang
yang rendah budi, jelas ia akan menghinakanmu
dan akan meninggalkanmu disaat ia
tak lagi membutuhkanmu.”
Bergaul! boleh gaul, asal jangan lebur, gaul yok ngegaul asal nggak hancur, sah-sah aja kalo mo jadi anak gaul, asal ngga sering-sering lembur, jalan sampe larut malam, sampe lupa waktu pulang, semua jadi kebablasan, jadi penyesalan semua uda kejadian, tinggal diem mikirin nasip masa depan. Penyesalan oh penyesalan, kenapa engkau datang sering kesiangan, alias terlambat setelah semua terlakukan, yang ada hanya sebuah puing-puing kekesalan, fiuh apa jadinya masa depan. We are Different, jadilah pembeda diantara pembeda, bukan untuk membeda-bedakan, berbaur pada siapa aja untuk mewarnai mereka dengan semangat dan perubahan baru kita, bukan justru kita yang malah terwarnai oleh mereka. Jadilah diri kita apa adanya, komitment serta sikap ketegasan sangat diperlukan dalam keberanian kita mengatakan TIDAK secara jelas dan tegas, Tidak dalam hal-hal yang akan merugikan diri kita maupun orang lain tentunya, pilihan dalam menilai siapa yang akan menjadi teman kita amatlah perlu, karena pengalaman telah membuktikan, bahwa sebagian besar warna jiwa kita telah dibentuk oleh lingkungan, mari bersama kita renungkan ilustrasi berikut.
Siapakah Teman Kita
Ada dua helai kulit kambing. Yang satu berteman dengan Al-Qur’an, dan yang satunya lagi berteman dengan kayu. Kulit kambing yang berteman dengan Al-Qur’an ia akan menjadi pembungkus Al-Qur’an, ia mengalami nasip yang begitu baik. Ia tidak mungkin diinjak-injak orang lain atau pun diletakkan pada tempat yang kotor apa lagi terkena najis, karena ia senantiaa dibaca, bahkan banyak orang yang suka mencium sebelum mengeluarkan kitab Al-Qur’an yang dibungkus itu.
Berbeda pula dengan nasip yang dialami oleh kulit kambing yang berteman dengan kayu. Dan sepertinya tak ada yang akan semalang nasipnya. Setiap hari paling sedikitnya lima kali, ia dipukul orang dengan sekuat tenaga, lantaran ia dipergunakan sebagai beduk pemukul kasur dan yang lainnya.
Pesan dari kedua wacana tersebut yaitu mengisyaratkan kita untuk lihai, cerdik nan cerdas dalam memilih teman, janganlah penjahat tuk kita jadikan sebagai kawan, atau ahli ghibah dan fitnah dijadikan teman serumah, tapi jadikanlah ulama sebagai perioritas teman yang utama, bukankah jika kita berdekatan dengan asap kita akan berbau asap dan apa bila berdekatan dengan penjual minyak wangi maka kitapun akan kecipratan wanginya.
Namun apa bila kita tidak memungkinkan untuk menghindar dari lingkungan tersebut, alias buruk, maka pandai-pandailah kita membentengi diri, seperti ikan laut. Ia begitu cerdasnya membentengi diri, sehingga meskipun ia hidup bertahun-tahun di lingkungan yang asin, tetapi selama hayat masih dikandung badan (alias masih hidup), maka pantang baginya tuk menjadi ikan asin.
Ada dua helai kulit kambing. Yang satu berteman dengan Al-Qur’an, dan yang satunya lagi berteman dengan kayu. Kulit kambing yang berteman dengan Al-Qur’an ia akan menjadi pembungkus Al-Qur’an, ia mengalami nasip yang begitu baik. Ia tidak mungkin diinjak-injak orang lain atau pun diletakkan pada tempat yang kotor apa lagi terkena najis, karena ia senantiaa dibaca, bahkan banyak orang yang suka mencium sebelum mengeluarkan kitab Al-Qur’an yang dibungkus itu.
Berbeda pula dengan nasip yang dialami oleh kulit kambing yang berteman dengan kayu. Dan sepertinya tak ada yang akan semalang nasipnya. Setiap hari paling sedikitnya lima kali, ia dipukul orang dengan sekuat tenaga, lantaran ia dipergunakan sebagai beduk pemukul kasur dan yang lainnya.
Pesan dari kedua wacana tersebut yaitu mengisyaratkan kita untuk lihai, cerdik nan cerdas dalam memilih teman, janganlah penjahat tuk kita jadikan sebagai kawan, atau ahli ghibah dan fitnah dijadikan teman serumah, tapi jadikanlah ulama sebagai perioritas teman yang utama, bukankah jika kita berdekatan dengan asap kita akan berbau asap dan apa bila berdekatan dengan penjual minyak wangi maka kitapun akan kecipratan wanginya.
Namun apa bila kita tidak memungkinkan untuk menghindar dari lingkungan tersebut, alias buruk, maka pandai-pandailah kita membentengi diri, seperti ikan laut. Ia begitu cerdasnya membentengi diri, sehingga meskipun ia hidup bertahun-tahun di lingkungan yang asin, tetapi selama hayat masih dikandung badan (alias masih hidup), maka pantang baginya tuk menjadi ikan asin.
Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu :Nabi-nabi, para shadiqin, orang-orang saleh.
Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
(QS. An-Nisa :69)
(QS. An-Nisa :69)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar